Beginilah pemandangan malam pergantian tahun di daerah
Harajuku, salah satu pusat keramaian di Tokyo. Biasanya pada malam hari,
kerumunan orang dan antrian kendaraan akan menghiasi setiap sudut
Harajuku, terutama pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur lainnya.
Harajuku sering dipenuhi oleh kaum muda-mudi Jepang, dan juga para
wisatawan mancanegara, baik yang hanya sekedar cuci
mata maupun
berbelanja di butik/toko yang tersebar di kawasan tersebut. Namun
suasana berbeda terlihat pada malam ini, hampir semua toko/butik telah
ditutup sejak pukul 6 sore. Di sepanjang jalan hanya terlihat beberapa
orang wisatawan dan para pegawai toko yang ingin pulang ke rumahnya.
Tidak tampak kerumunan orang, konvoi kendaraan, dan hingar-bingar suara
terompet yang bersiap-siap menyambut datangnya tahun baru.
Suasana pergantian tahun di Jepang memang berbeda
dengan apa yang terjadi di Amerika, negara barat, dan juga Indonesia.
Pesta kembang api, gemuruh suara terompet, dan keramaian orang-orang
adalah suasana yang umum terjadi saat pergantian tahun di beberapa
belahan bumi. Selama ini orang Jepang dikenal sering mengikuti budaya
dan tradisi negara Barat, meskipun mereka bukanlah seorang Nasrani.
Perayaan Natal, Helloween, Thanksgiving, Saint Patrick’s day, setiap
tahunnya di lakukan oleh kebanyakan orang Jepang, terutama para
muda-mudi. Namun khusus tahun baru, bangsa Jepang tidak merayakan
seperti apa yang dilakukan oleh negara Barat.
Menurut pengamatan saya, tidak adanya tradisi merayakan tahun baru di Jepang dikarenakan hal tersebut bertentangan dengan budaya Jepang, khususnya ajaran Shinto. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari teman-teman saya yang orang Jepang, dan juga beberapa tulisan yang saya baca, pada malam pergantian tahun, ajaran Shinto mengajarkan agar masyarakat Jepang berdoa di kuil, di antaranya memohon kesehatan dan keselamatan sepanjang tahun, serta doa lainnya. Budaya dan ajaran inilah yang membuat orang Jepang tidak mengikuti tradisi perayaan tahun baru layaknya di negara barat, karena tidak sesuai dengan budaya dan warisan para leluhurnya. Sehingga saya secara pribadi menyimpulkan, meskipun bangsa Jepang sering terpengaruh dengan budaya dan tradisi negara Barat, namun mereka tetap mengutamakan budaya dan tradisi asli bangsanya.
Beginilah pemandangan malam pergantian tahun di daerah
Harajuku, salah satu pusat keramaian di Tokyo. Biasanya pada malam hari,
kerumunan orang dan antrian kendaraan akan menghiasi setiap sudut
Harajuku, terutama pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur lainnya.
Harajuku sering dipenuhi oleh kaum muda-mudi Jepang, dan juga para
wisatawan mancanegara, baik yang hanya sekedar cuci mata maupun
berbelanja di butik/toko yang tersebar di kawasan tersebut. Namun
suasana berbeda terlihat pada malam ini, hampir semua toko/butik telah
ditutup sejak pukul 6 sore. Di sepanjang jalan hanya terlihat beberapa
orang wisatawan dan para pegawai toko yang ingin pulang ke rumahnya.
Tidak tampak kerumunan orang, konvoi kendaraan, dan hingar-bingar suara
terompet yang bersiap-siap menyambut datangnya tahun baru.
Suasana pergantian tahun di Jepang memang berbeda
dengan apa yang terjadi di Amerika, negara barat, dan juga Indonesia.
Pesta kembang api, gemuruh suara terompet, dan keramaian orang-orang
adalah suasana yang umum terjadi saat pergantian tahun di beberapa
belahan bumi. Selama ini orang Jepang dikenal sering mengikuti budaya
dan tradisi negara Barat, meskipun mereka bukanlah seorang Nasrani.
Perayaan Natal, Helloween, Thanksgiving, Saint Patrick’s day, setiap
tahunnya di lakukan oleh kebanyakan orang Jepang, terutama para
muda-mudi. Namun khusus tahun baru, bangsa Jepang tidak merayakan
seperti apa yang dilakukan oleh negara Barat.
Menurut pengamatan saya, tidak adanya tradisi merayakan tahun baru di Jepang dikarenakan hal tersebut bertentangan dengan budaya Jepang, khususnya ajaran Shinto. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari teman-teman saya yang orang Jepang, dan juga beberapa tulisan yang saya baca, pada malam pergantian tahun, ajaran Shinto mengajarkan agar masyarakat Jepang berdoa di kuil, di antaranya memohon kesehatan dan keselamatan sepanjang tahun, serta doa lainnya. Budaya dan ajaran inilah yang membuat orang Jepang tidak mengikuti tradisi perayaan tahun baru layaknya di negara barat, karena tidak sesuai dengan budaya dan warisan para leluhurnya. Sehingga saya secara pribadi menyimpulkan, meskipun bangsa Jepang sering terpengaruh dengan budaya dan tradisi negara Barat, namun mereka tetap mengutamakan budaya dan tradisi asli bangsanya.
SUMBER: http://luar-negeri.kompasiana.com/2014/01/01/sepinya-malam-tahun-baru-di-harajuku-tokyo-621167.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar